MENGAPA BLACBERRY RUNTUH
Setelah berjuang keluar dari keterpurukan, BlackBerry akhirnya menyerah dan tak bisa menghindar dari opsi penjualan perusahaan yang terus-menerus merugi.
Pada Senin kemarin, BlackBerry mengumumkan mereka telah membentuk komite khusus untuk mengeksplorasi "alternatif-alternatif strategis" untuk perusahaan. Kepada pers disebutkan, BlackBerry berupaya menambah nilai dan meningkatkan neraca untuk mengakselerasi penyebaran BlackBerry 10. Namun, BlackBerry mencatat dalam rilis bahwa alternatif yang dimaksud termasuk menjual perusahaan kepada perusahaan lain.
Pakar industri berspekulasi bahwa mungkin ada kompetitor yang tertarik untuk membeli BlackBerry. Tapi satu hal yang jelas: Perusahaan ini tampak putus asa. Nilai saham mereka terus merosot, persaingan dengan Apple, Android, dan bahkan Microsoft, juga membuat mereka tertinggal jauh.
Menurut IDC, pangsa pasar smartphone BlackBerry di seluruh dunia pada kuartal kedua 2013 hanya 2,9 persen, turun dari 4,9 persen pada kuartal yang sama tahun lalu. Selain Apple dan Android, Microsoft melalui Windows Phone jelas-jelas memetik keuntungan dari keadaan ini. Faktanya, pada kuartal pertama 2013, pengiriman Windows Phone melampaui BlackBerry. IDC memperkirakan tren ini akan berlanjut hingga kuartal kedua.
Kevin Smithen, analis ekuitas dari Macquarie Securities, menganggap BlackBerry sudah kehabisan pilihan. Dia mengaku pesimistis tentang prospek penjualan BlackBerry atau kembali private. Yang juga mengkhawatirkan dari pengumuman penjualan ini adalah reaksi dari kalangan pemerintah yang telah bertahun-tahun menjadi konsumen BlackBerry. Bisa jadi mereka akan mempertimbangkan penggunaan layanan atau produk BlackBerry karena ketidakpastian masa depan perusahaan itu.
Kemungkinan Pembeli
Beberapa analis memprediksi bahwa Samsung mungkin tertarik membeli BlackBerry. Alasannya, Samsung ingin menjaga jarak dari Google sebagai upaya untuk mendiferensiasi produknya dari smartphone Android lainnya. Salah satu ancaman terbesar bagi Samsung adalah bahwa Google sekarang punya Motorola. Dan karena Motorola sedang membangun ulang bisnisnya untuk berkompetisi di arena smartphone, ia bisa membuat Google berkompetisi secara langsung dengan pemegang lisensi Android, seperti Samsung.
Analis yakin bahwa Samsung mungkin tertarik membeli BlackBerry untuk membantu mendorong sistem operasinya sendiri. Samsung telah mengembangkan sistem operasi yang disebut Tizen, yang rencananya akan digunakan sebagai OS berharga murah yang bisa digunakan untuk membantu menyaingi pembuat perangkat berharga murah di pasar negara berkembang.
Beberapa hal yang bisa menarik calon pembeli BlackBerry adalah messaging platform dan bisnis enterprise server service mereka.
Selain Samsung, perusahaan-perusahaan asal Cina juga disebut-sebut bisa menyelamatkan BlackBerry, seperti Lenovo, Huawei, dan ZTE. Ketiga perusahaan ini bersaing secara agresif di pasar negara berkembang dengan perangkat kelas bawah. Sedangkan BlackBerry cukup berprestasi di pasar negara berkembang, termasuk di Indonesia, dengan smartphone kelas murah, BlackBerry Curve.
Tetapi penyelamatan oleh perusahaan Cina pasti tidak akan mudah karena pemerintah Kanada dan Amerika Serikat selama ini sangat curiga terhadap semua perusahaan Cina, dan kerap dituduh berbahaya bagi keamanan nasional mereka.
Mengapa BlackBerry Jatuh
Harga saham BlackBerry mencapai puncak tertinggi pada Agustus 2007, di posisi US$236. Tujuh bulan sebelumnya, di bulan Januari, Apple memperkenalkan iPhone generasi pertama di Moscone Center, San Fransisco. Ketika itu, para komisaris BlackBerry, yang masih bernama Research in Motion, memutuskan untuk membiarkan Apple untuk fokus ke pasar pemakai smartphone, sementara mereka terus menjual BlackBerry ke konsumen bisnis dan pemerintah yang membeli perangkat untuk pekerjanya. CEO RIM ketika itu, Jim Balsillie dengan sangat percaya diri mengatakan, peluncuran iPhone terhadap Industri tak akan menghasilkan perubahan besar.
Enam tahun kemudian, saham BlackBerry hanya bernilai US$10, sehingga akhirnya mereka mengumumkan opsi untuk menjual perusahaan. Pembeli BlackBerry akan mendapatkan setumpuk paten, dan teknologi keamanan BlackBerry yang masih termasuk terbaik hingga saat ini.
Mengapa BlackBerry --didirikan Mike Lazaridis dan Douglas Fregin pada 1984, dan selama bertahun-tahun menjadi perusahaan paling inovatif-- bisa jatuh seperti sekarang?
Banyak ahli sependapat, BlackBerry jatuh karena gagal mengantisipasi bahwa iPhone bisa merugikan mereka. Kemudian mengabaikan ancaman dari kompetitor yang menjual perangkat murah di Asia. Dan, yang terbaru, BlackBerry gagal bersaing di pasar smartphone kelas high-end, dengan meluncurkan BlackBerry 10
BlackBerry, tentu saja, bukan satu-satunya perusahaan yang membuat kesalahan dengan mengabaikan iPhone dan revolusi yang dibuatnya: para insinyur di Nokia, yang, bertahun-tahun sebelumnya, sudah membuat smartphone tipis, menyingkirkan iPhone, salah satunya karena, ia gagal melalui tes di mana ponsel tersebut dijatuhkan dari jarak 1,5 meter ke beton secara berulang-ulang, kata Wall Street Journal tahun lalu.
CEO Microsoft Steve Ballmer bahkan mentertawakan iPhone. "Ini tak menarik untuk konsumen bisnis karena ia tak mempunyai keyboard," katanya. Nokia dan Microsoft, yang sekarang bermitra dalam membuat smartphone, seperti BlackBerry juga, akhirnya mendapati diri mereka terpuruk dalam pangsa pasar.
Pada awal tahun 2009, harga saham BlackBerry telah anjlok ke angka kurang dari US$50, dari posisi tertingginya US$236 pada Agustus 2007. "Konsumerisasi" bisnis teknologi sudah berlangsung, dan perusahaan tersebut gagal mengantisipasinya: ketika pengguna BlackBerry kembali ke rumah dan melepaskan dasi kerjanya, mereka mengambil iPhone, yang jauh lebih menyenangkan untuk digunakan. Tak lama sesudah itu, mereka ingin menggunakan iPhone di tempat kerja. Secara perlahan, perusahaan-perusahaan menyadari bahwa karyawan mereka akan lebih gembira dan lebih produktif dengan membeli perangkat pilihan mereka, dan perusahaan sendiri, terhindar dair biaya menyediakan ponsel untuk karyawan mereka, alias menghemat uang.
Ketika BlackBerry menyadari mereka perlu menjangkau konsumen secara langsung, semuanya sudah terlambat. Pada November, 2008, BlackBerry meluncurkan ponsel layar sentuh, BlackBerry Storm, yang dianggap biasa-biasa saja. BlackBerry lalu mengalihkan fokus mereka ke Asia dan Amerika Latin, di mana pasar smartphone sedang meledak. Selama beberapa bulan, strategi ini tampaknya berhasil. Di Indonesia, di mana BlackBerry membuat strategi khusus, BlackBerry menguasai 47 persen pangsa pasar pada paruh pertama tahun 2011, naik dari hanya sembilan persen pada paruh pertama 2009, menurut perusahaan riset Canalys. Namun, kejayaan ini tak berlangsung lama karena BlackBerry dikepung oleh perusahaan-perusahaan Asia dengan produk-produk murah mereka
BlackBerry mencoba bertahan, termasuk dengan membeli QNX Software Systems, yang sistem operasinya banyak dipakai perangkat medis dan komputerisasi mobil. Tetapi, langkah ini juga tak membuahkan hasil karena nyatanya, pada tahun 2011, tablet PlayBook yang menggunakan QNX, gagal meraih konsumen secara signifikan.
BlackBerry kemudian menunjuk CEO baru, Thorsten Heins pada awal tahun 2012. BlackBerry Q10 dan Z10 yang sangat diharapkan Heins sebagai penyelamat sekali lagi, gagal memenuhi harapan. Pada kuartal kedua 2013, BlackBerry hanya mengirimkan 6,8 juta smartphone, sekitar seperlima dari jumlah yang dijual Apple pada periode yang sama.
0 comments
Post a Comment